Ad Code

Responsive Advertisement

Peta: Potongan yang Menyatukan



Aula pulau bidadari. Malam sengaja gelap gulita tanpa cahaya lampu, tiga puluh delapan  calon pengajar muda malam itu, berhubung dua orang sedang istirahat sehingga tidak bisa ikut bergabung, mereka berbaris menunggu panggilan untuk masuk ke dalam aula. Satu per satu nama yang dipanggil tenggelam tanpa kabar dan kini giliran kalisa. Menunggu di depan pintu aula sampai pintu terbuka dan lilin kecil pun diberikan kepadanya, sembari mencari teman untuk meminta api. Lagu mendayu sendu membalut dada yang kian sesak mendengar lirik demi lirik. Dia diarahkan naik ke atas panggung untuk mengambil sebuah amplop kemudian turun kembali membentuk setengah lingkaran. Ada suara mengarahkan agar semua calon pengajar muda membuka amplop putih bertuliskan nama masing-masing. Kalisa terlihat membukanya dengan perasaan binggung yang bercampur dengan rasa deg-degan luar biasa, mencoba mencari kotak yang sesuai dengan warna potongan peta yang ia pegang. Tibalah dia di kotak berwarna orange dan menemukan beberapa teman yang sama dengan warna peta miliknya. Hanya saja, mereka sama-sama kebinggungan akan bentuknya, dan ternyata itu pulau Kalimantan Tengah.

Air mata segera menetes, Kalisa mengambil ahli perannya. Merangkul setiap teman yang mulai menangis dengan kata-kata yang bisa ia ingat dan kuucapkan “tenang, we are family” Kalisa mencoba tetap tenang. Meskipun, ia juga memiliki perasaan takut akan hantu kepala terbang yang identik dengan pulau Kalimantan. Namun, segera Kalisa mengarahkan pikirannya kepada anak-anak yang sudah menunggu kehadiran seorang pengajar yang akan membersamai mereka setahun kedepan. Kali ini, Kalisa merasa dirinya kuat. Air matanya cukup sampai dikelopak tanpa menetes sedikit pun. 

 

Memberi kabar kepada kedua orang tua dan saudara bahwa dia akan merantau ke salah satu pulau yang dijuluki paru-paru dunia, yaitu pulau Kalimantan. Tersentak heran dan mereka pun membicarakan hal-hal yang makin membuat seorang perempuan yang sudah berjuang untuk mengubah rasa ciut menjadi berani, Kembali goyah. Sungguh, Kalisa merasa salah telah mengabari mereka akan penempatannya.

 

Pulau Kalimantan adalah awal dirinya mencintai peta dan berkali-kali pula dia memeriksa segala potensi yang ada, mulai penduduk, batas dan sekolah-sekolah yang ada di sana. Sekolah kepemimpinan adalah sekolah kehidupan baginya. Kalisa harus merasa senang belajar agar bisa melewati ujian dengan tenang dan percaya diri karena ujian kehidupan berbeda cara menjawabnya, dan bukankah seorang guru harus selalu belajar untuk bisa mengajar.

 

Delapan pengajar muda kini berkumpul membuat yel-yel penyemangat kala hati masih was-was menghadapi kehidupan kelak. Satu hal yang Kalisa pelajari saat itu adalah menaklukkan rasa takut, karena takdirnya telah membawa langkah kaki munggil belajar hidup jauh ke pelosok tanah adat, yaitu tanah Dayak. Potongan peta yang kini menyatukan, dan delapan orang asing belajar menerima bahwa kehidupan mereka kelak akan selalu berdampingan selama berada di Kabupaten Seruyan Kalimantan Tengah satu tahun kedepan. Kalisa menunggu kisah dari setiap mereka, tentang buku yang memilih mereka untuk dibaca. Selamat!

Posting Komentar

0 Komentar