Ad Code

Responsive Advertisement

Guru bukan karena jumlah Murid

“Guru tidak hanya tentang huruf A,B, dan C, bukan juga tentang angka 1, 2, dan 3”
-Ibu Guru Ann (Teacher’s Diary)-


Perjalanan seorang guru yang dikirim mengajar di sekolah terapung dan menuliskan kisah hariannya dalam sebuah buku diari yang kemudian memberikan inspirasi kepada guru penganti setelahnya. Film yang sedang ditonton oleh penghuni kamar Pari 130 dan 128, bukan tanpa alasan menontonnya. Seolah menggambarkan kehidupan pengajar muda yang sebenarnya, naik perahu, dan siswanya hanya hitungan jari bahkan tak habis sepuluh jari tangan digunakan.

Aku sendu karena tahu akan kondisi sekolahku yang berada di tepi sungai Seruyan Kalimantan Tengah. Rumah guru yang berada di batang sungai sendirian, penerangan yang hanya ada dari pukul enam petang hingga pukul sembilan malam, toko yang juga hanya ada di ibu kota kecamatan, harus  ditempuh dengan perahu selama berjam-jam, dan satu lagi, tahu dan tempe akan menjadi barang langka bersebab ikan adalah makanan berlimbah di sana.

Aku berusaha menonton meskipun sudah berulang kali ku tonton. Kesulitan demi kesulitan yang Bu Ann hadapi membuatku sedikit getar, kesepian, kejengkelan, kemarahan dan keberaniannya membuatku yakin bahwa menjadi guru memang tidak mudah. Benar apa yang diucapkannya, bukan perihal huruf dan angka yang diajarkan kepada anak-anak sehingga disebutlah seseorang itu guru.

Diam. Sekali lagi aku merasa ditampar akan kesombongan yang membuat diriku seolah-olah menjadi korban akan segala macam jalan takdir. Bukankah aku sudah cukup tahu akan hal ini sebelum benar-benar mendaftar dan bersaing dengan tujuh ribuan sarjana terbaik bangsa. Lantas, kenapa aku harus merasa terpukul dengan desa penempatanku?

Bu Ann yang merupakan lulusan terbaik dengan metode pengajaran kreatif yang sebelumnya mengajar di sekolah bertaraf internasional tetap bertanggungjawab dan terus menerus memikirkan murid-murid yang berbeda kemampuan dalam satu ruangan yang sama. Sungguh, ketulusan dan rendah hati tercermin darinya. Sepatutnya begitulah sikap guru. Siswanya satu atau ratusan, dia harus tetap mengajar karena kehadirannya adalah untuk mengajar.

Ibuku pernah berucap saat kelas Bahasa “kalau Cuma kamu yang datang, kelas akan tetap dimulai, siapa yang ada itu yang akan ku ajar” dan kelas tetap berjalan meskipun hanya ada aku di dalam kelas. Begitulah gambaran seorang guru, beliau mengajar, mendidik, menginspirasi bahkan mengerakkan. Disebut guru bukan karena jumlah siswa yang mau belajar padanya tapi pada apa yang mampu beliau berikan. Tidak mudah tapi tidak mustahil. Pantas saja dalam kompetensi pengajar muda “tulus dan rendah hati” menjadi bagian penting yang harus dimiliki sebelum ke penempatan.

Aku menghela napas hampir sepanjang film, bukan apa-apa, aku hanya membayangkan diriku melakukan semua hal seorang diri tanpa bisa meminta bantuan karena jaringan internet yang tidak tersedia. Hanya saja aku yakin, kalau Bu guru Ann bisa melewatinya berarti aku juga akan mampu melewati semua faktor yang menakutkan.

Ada perlawanan, perjuangan, dan juga kehormatan. Melawan ketakutan yang selalu menjadi tamu disaat pikiran mulai tertekan, berjuang mati-matian bahkan saat orang di sekitar meragukan jalan yang dipilih dan juga merupakan suatu kehormatan bisa diberi kesempatan bertumbuh dengan anak-anak istimewa di pelosok yang paham arti hidup.

Posting Komentar

0 Komentar