Ad Code

Responsive Advertisement

Bersepeda dan Berpayung



Selasa dengan riuh hujan yang turun berkelompok membuat langit cerah menjadi mendung pekat, pikirku langit sedang menangis menyambut tahun baru yang asing. Menghitung debit air yang jatuh membawaku berkelana jauh lupa waktu. Sial aku hampir telat. Jam telah menunjukkan pukul 14. 27 WIS.

Segera aku bergegas berbenah diri, memilih jilbab paling praktis untuk dikenakan. Hilir mudik mencari seseorang yang bisa meminjamiku payung. Aku hampir nangis dibuatnya karena rata-rata dari mereka juga membutuhkannya. Untunglah ada yang mempunyai waktu luang dari kelas dan berbaik hati meminjamkanku payung.

Mana mungkin seseorang menggunakan payung sambil mengayuh sepeda dan hari ini aku melakukannya tanpa perencanaan terlebih dahulu jika ditarik ke dalam rumus tenses waktu future aku mengunakan modal will atau bisa juga continuous spontanitas. Semacam ada sesuatu yang kuat yang berhasil mengerakkanku untuk melakukan semua ini dan itu adalah grammar.

Perempuan hujan sedang memegang payung bercorak kembang bersepeda melintasi jalan setapak penghubung antara jalan anyelir dan cempaka tepat di tengah hujan yang sedang ramai-ramainya menjatuhkan diri. Terlihat syahdu menikmati irama rentak dengupan air yang jatuh silih berganti. Sepanjang jalan disuguhi pohon rambutan dengan buah lebat kemerahan yang menambah indah pemandangan hujan siang ini naluriku ingin berdendang nyanyian penuh lirik cinta.

Ah! Petir tiba-tiba saja melintas di depanku. Khayalanku hilang dengan sekejap bergantikan takut yang membuncah, aku takut guntur dan aku tahu setelah petir menyusul lah guntur. Aku membaca surah-surah pendek yang ada di Juz tiga puluh secara acak sangking takutnya. Berharap bisa tiba dengan cepat di kelas.

Hujan tidak hanya tentang tetes air yang mengundang kenangan karena kenangannya, ia juga hadir dengan seperangkat teman-temannya yang aku hindari. Aku takut suara besar, dulu kalau petir dan guntur terdengar seluruh tubuhku akan gemetar di saat seperti itu aku butuh seseorang untuk kupegang guna meringankan takut yang kurasa.

Dulu, saat hujan turun aku begitu gamblang meminta applikasi hijau menjemputku mengitari kota Makassar meski hujan lebat karena aku tidak perlu khawatir gincu dan bedakku luntur. Kini, aku harus tetap kuat mengayuh sepeda sendirian demi sampai di kelas. Ketakutanku terkalahkan demi kecintaanku terhadap grammar. Hujan dan payung siang ini merupakan sejarah besar di hidupku.

Posting Komentar

0 Komentar