Ad Code

Responsive Advertisement

Guru: Menengok Kembali Peran Diri Sebagai Pendidik

 

 

“Pendidikan adalah Memerdekakan kehidupan manusia” 

-Ki Hajar Dewantara

 

 

Pendidikan Masa Kolonial

Sekolah pada masa kolonial hanya dibangun untuk kepentingan masyarakat Eropa yang ada di tanah Nusantara. Sehingga pendidikan untuk anak-anak Indonesia sangat terbatas, ada pun yang ingin bersekolah harus berasal dari keluarga elit yang terpandang. Namun, untuk memudahkan pihak kolonial dalam mendapatkan pengawai yang mampu membaca, menuli, dan berhitung sederhana, maka untuk setiap calon pengawai memiliki hak untuk bersekolah. 

 

Bumi Putera pun berdiri sebagai bentuk perluasan, semakin banyak masyarakat Indonesia yang menikmati bangku sekolah. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Belanda sebagai penghematan dalam rangka memperoleh calon pengawai untuk administrasi perusahaan mereka sebagai upaya membangun Negeri Belanda.  Banyak sekolah yang dibangun di Jawa, biasanya di pelataran kantor Bupati dengan bangunan yang sederhana namun terawat. Berbeda dengan yang berada di luar pulau Jawa, sekolah memang selalu dibebankan kepada rakyat. Masih banyak sekolah yang bangunannya seperti gubug karena tidak mendapatkan perhatian berupa dana dari pemerintah pusat. 

 

Sekolah khusus mendidik calon guru pun didirikan guna memenuhi kebutuhan akan tenaga pendidik di sekolah-sekolah yang sedang dalam tahap pembangunan. Dengan begitu, Belanda tidak kekurangan tenaga guru untuk mendidik calon pengawai dan anak-anak keturunan mereka. Jumlah guru selalu terpenuhi, meskipun beberapa tahun kemudian terdapat sekolah pencetak guru ditutup untuk penghematan anggara belanja pemerintah. 

 

Kebangkitan Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan pemuda yang berhasil mencicipi pendidikan yang dibangun oleh kolonial karena berasal dari keluarga masyarakat elit. Sehingga menjadi pemuda terdidik dan sempat mencicipi pendidikan di barat. Ki Hajar Dewantara juga melihat bagaimana sistem pendidikan yang ada di Indonesia saat itu hanya menguntungkan pihak Belanda, dan memberikan pendidikan bermutu rendah kepada masyarakat Nusantara. Bertolak dari hal tersebut, Ki Hajar Dewantara menginisiasi berdirinya sekolah untuk masyarakat luas karena ingin memerdekakan masyarakat.

 

Berbekal pengalaman Ki Hajar Dewantara bertemu dengan beberapa tokoh-tokoh asing. Ki Hajar Dewantara mengadopsi konsep-konsep yang dikembangkan oleh Tagore, Montessori, dan Frabel, dan di pihak yang lain, system paguran digali melalui interaksi formal masyarakat lama. Sehingga muncul Tut Wuri Handayani yang dianggap sebagai semboyan, moto, jiwa, bahkan ruh dalam pengembangan pendidikan modern. 

 

Pada tanggal 3 Juli 1922 berdilri “Taman Siswa” sesuai dengan sifatnya, kultural nasional, Taman Siswa berbentuk perguruan; tempat berguru, tempat murid-murid mendapat pendidikan dan pula tempat kediaman guru. Sehingga bangunan sekolah tidak hanya diperuntukkan untuk belajar saja, namun untuk berkomunikasi lebih jauh di luar jam pelajaran bersama guru. Sehingga terbangun ikatan emosional yang kuat, pergaulan tersebut diharapkan guru mampu menunjukkan sifat perbuatan yang bisa diteladani oleh para murid. 

 

Pembelajaran Abad 21

Perkembangan pembelajara di Indonesia mengalami banyak tantangan. Oleh sebab itu, pemerintah berusaha mengembangkan kualitas pendidikan dari waktu ke waktu. Pemerintah berjanji meningkatkan sistem pendidikan agar bisa bersaing di mancanegara, meliputi berbagai aspek. Seperti alokasi pendidikan dalam mutu pendidikan, pengelolahan media ajar yang dibutuhkan, sarana sekolah, dan juga kurikulum yang selalu ditinjau dan ditingkatkan. 

 

Pendidikan bertujuan dalam usaha memajukan teknologi serta memperkenalkan dan membiasakan para siswa terhadap dunia teknologi dengan aspek-aspek penting sehingga siswa mampu. (Nurkholis, 2013):

1.     Mengembangkan berpikir kritis terhadap teknologi

2.     Mengembangkan kemampuan mengungkapkan pendapat mengenai teknologi dan mampu menggambarkan hal itu kepada orang lain.

3.     Mengindentifikasi bagaimana dampak teknologi baik yang postitif mau pun yang negative terhadap lingkungan masyarakat.

4.     Memiliki wawasan dalam memilih profesi bidang teknologi sehingga mampu memiliki peranan yang berarti di dalam masyrakat.

5.     Memiliki motivasi untuk belajar lebih lanjut tentang teknologi.

6.     Membiasakan diri bekerja sendiri dalam kebersamaan.

 

Kemdikbud merumuskan bahwa paradigma entang pembelajaran abad 21 menekan pada kemampuan siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber, merumuskan masalah, berpikir analitis dan Kerjasama serta menyelesaikan persoalan (Kemdikbud, 2013)

Adapun pencerahan mengenai framework pembelajaran abad ke-21 menurut (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010) adalah sebagai berikut:

1.     Kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, dapat berpikir secara kritis, lateral, serta sistemik, terutama  dalma konteks pemecahan masalah.

2.     Kemmapuan komunikasi serta berafiliasi, mampu berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif dengan aneka macam pihak. 

3.     Kemampuan mencipta serta membaharui, mampu berbagi daya kreativitas yang dimiliki guna menghasilkan aneka macam terobosan yang kreatif dan inovatif.

4.     Literasi teknologi informasi dan komunikasi, dapat memanfaatkan teknologi serta komunikasi guna menaikkan kinerja serta kegiatan yang dibutuhkna sehari-hari.

5.     Kemampuan belajar kontekstua, dapat menjalankan kegiatan pembelajaran mandiri yang kontekstual  dan menjadi bagian pengembangan ekslusif.

6.     Kemampuan informasi dan literasi media, dapat memahami dan menggunakan banyak media komunikasi dalam penyampaian beragam gagasan dan melaksanakan kegiatan kolaborasi dan hubungan dengan beragam pihak.

 

Program yang diusung sudah sangat baik, siswa akan mampu belajar mulai dari diri begitu pun dengan guru.

 

Saya seorang Pendidik!

Saya juga mengikuti kegiatan yang digagas oleh Indonesia Mengajar dan menjadi relawan pendidikan selama satu tahun di Kalimantan Tengah, selama itu pula saya melihat banyak anak yang ingin belajar tapi tidak memiliki guru. Bertolak dari sana, aku tertegun mengetahui bahwa anak-anak selalu ingin tahu dan belajar, hanya masih butuh untuk didampingi dan diarahkan. Nah! Disitulah seorang guru harus maju memasang badan sebagai pahlawan anak. 

 

Sekarang saya sedang bersiap untuk menjadi seorang pendidik dengan jalan menempuh pendidikan sebagai mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG), sebagai persiapan untuk menjadi tenaga pendidik yang professional dalam bidang pendidikan. Saya memilih untuk terus belajar demi mampu untuk lebih tepat lagi dalam menghadapi generasi ke depannya, karena tantangan untuk menjadi pendidik yang mampu membersamai tumbuh kembang anak bangsa sangat berbeda di era digital ini. Sehingga hal tersebut yang mendorong saya untuk terus belajar dan memantaskan diri untuk mendampingi anak-anak Indonesia.  

 

Saya sangat yakin untuk menjadi pendidik yang mampu mengantarkan kaki-kaki munggil anak didik saya untuk menapaki kenyataan hidup di dunia nyata dengan diri terbaik yang telah mereka usahakan selama hidup bersekolah. Saya menyadari keinginan untuk menjadi seorang pendidik harus diimbangi dengan kemampuan belajar yang tinggi agar memberikan yang terbaik, dan hanya yang terbaik yang akan diberikan ketika diri menjadi sosok yang akan dijadikan panutan dan pedoman kepada anak yang kelak bersentuhan dengan saya. 

Saya mencintai dunia pendidikan dimulai sejak saya duduk di bangku sekolah dasar, saat itu saya pernah melihat seorang anak begitu tertegun saat ditegur oleh seorang perempuan cantik dan terlihat sangat berwibawa, serta pintar, yang ternyata adalah guru dari anak tersebut, yang dimana anak itu adalah saya sendiri. Melihat tata cara ibu guru menjawab dan menjelaskan di setiap kelas yang beliau isi, terlihat pula anak dari tidak tahu apa-apa menjadi tahu, membuat saya selalu kagum. Di situ awal mula perjalanan saya memilih dengan pasti untuk terus berjalan meraih cita-cita saya sebagai seorang pendidik. 

 

Cita-cita tersebut mulai tumbuh dan terus bertumbuh hingga saya memutuskan untuk berkuliah di Makassar, di kampus penghasil pendidik pertama di Sulawesi. Sejak kuliah saya sudah aktif mengajar les dan juga mengikuti organisasi yang fokus di bidang pendidikan sebagai bekal untuk melatih kemampuan saya dalam berbagi pengetahuan dan menerima tanggapan langsung dari anak yang saya temani berproses. Hal tersebut membuat saya semakin yakin untuk terus meraih cita sebagai seorang pendidik.

Bertolak dari pengalaman tersebut, saya aktif mengikuti kegiatan kerelawanan yang bergerak di bidang pendidikan dan literasi untuk masuk ke pelosok-pelosok guna mengabdikan diri kepada pendidikan. Ada banyak tantangan yang harus saya hadapi, namun hal tersebut membuat saya semakin yakin karena mampu melihat sisi lain dari perjuangan seorang anak untuk bersekolah, sehingga saya memutuskan untuk terus bergerak di bidang pendidikan. Hal tersebut lantas menjadi tiang-tiang keyakinan bahwa pendidikan anak banyak harus diperjuangan, dan salah satu bentuknya adalah dengan terus belajar menjadi calon pendidik yang baik. Saya semakin memiliki kekayaan akan rasa, dan punya kekuatan serta strategi dalam menghadapi proses pembelajaran. 

 

Saya punya keinginan untuk membersamai anak-anak bangsa ketika merangkak dalam dunia pengetahuan hingga akhirnya mereka mampu untuk memahami sesuatu dengan sangat fasih bahkan ahli seperti seorang atlet pelari. Dan lebih jauh dari hal tersebut, saya ingin menjadi sosok yang membukakan jendela kehidupan bagi setiap anak, dan mampu memberikan dorongan kepada mereka tanpa memilih untuk bisa melompati jendela tersebut sehingga mampu menginjak dunia yang berada diluar jendela dengan pijakan kaki yang kokoh. 

 

Bagaimana saya bisa menjadi guru yang berpihak pada peserta didik.

Saya akan menjadi guru yang berpihak kepada peserta didik dengan cara mulai melibatkan anak-anak dalam banyak hal. Hal tersebut pernah dilakukan oleh guru saya, sehingga semua anak merasa punya tanggung jawab akan proses belajar yang sedang ditempuh. Jika anak-anak mengambil bagian dalam hal menentukan proses belajar, mereka juga akan sadar utuh bahwa mereka sedang mengusahakan masa depannya, dan masa depan tersebut berada di tangan mereka sendiri. 

 

Dimulai dari memberikan ruang setiap akan mulai belajar, anak-anak akan berdiskusi untuk menentukan apa saja yang boleh mereka kerjakan selama berada di kelas, dan apa saja yang tidak boleh mereka kerjakan selama proses belajar berlangsung. Hal ini juga memudahkan guru dalam memberikan penjelasan, karena anak-anak paham mereka harus bersikap bagaimana dalam menerima dan mendengarkan. Dengan melibatkan mereka dalam menngambil keputusan, dapat meningkatkan rasa percaya diri dan juga jiwa kepemimpinan anak-anak dapat diasah lebih tajam lagi. Sehingga, kelak mereka akan mudah menentukan keputusan demi menuju arah yang mereka cita-citakan. 

 

Saya akan berusaha dan terus berjuang untuk menjadi pendidik yang berpihak kepada anak-anak didik karena saya berprinsip bahwa siapa pun yang berada di depan adalah. Guru dan wajib untuk dipetik pembelajaran yang ia bawa. Jadi, ketika anak-anak berada di depan saya, berarti anak-anak sedang menjadi guru kehidupan buat saya, dan juga guru di dalam bidang pendidikan. Begitu pun sebaliknya, ketika saya yang berada di depan anak-anak, mereka juga akan menjadikan saya gurunya dan melihat dan mengambil pelajaran dari apa yang saya bawa. Sehingga terjadi timbal balik, sewaktu-waktu bisa menjadi murid dan di waktu yang sama menjadi guru. Saya akan memberikan paham tersebut kepada diri saya sendiri dan juga kepada anak didik saya. 

 

Saya sedang berusaha untuk terus meneruskan membuka ruang diskusi dengan anak-anak, dalam kondisi apa pun. Karena saya sadar, mereka adalah anak yang masih harus didampingi dalam berproses untuk sampai kepada tujuan mereka. Setelah itu, mereka akan menjadi manusia yang berani dan bertanggung jawab akan hidup dan kehidupan. 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar